IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN FIQIH KELAS VIII DI SMP MUHAMMADIYAH JATILAWANG TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Diajukan kepada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto untuk dapat Dilakukan Seminar Proposal Skripsi sebagai Syarat Penyusunan Skripsi
Oleh :
_________________
_________________
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran, maupun terhadap ketajaman dan kelembutan hati nurani (Ngalimun, 2017: 13). Dalam kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awalan kata “me-’’ sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan ajaran, tuntutan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Ngalimun, 2017: 17).
Suatu pendidikan tidak lepas dari proses pembelajaran didalam kelas, karena pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan, dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia pendidikan berjalan baik atau tidak.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran (Rusman, 2016: 21).
Dari pernyataan diatas, pembelajaran pada dasaranya merupakan suatu proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru dan siswa. Interaksi komunikasi itu dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, di mana sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan tentunya.
Pembelajaran Fiqih sangat penting untuk diperhatikan karena pembelajaran yang sangat sesuai dengan kurikulum 2013 yang berlaku akan menunjang proses peserta didik dalam proses pembelajaran. Karena tema kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Rusman, 2016 : 92).
Guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna agar peserta didik aktif dalam belajar fiqih. Oleh karena itu, mereka mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Demikian juga seorang guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pembelajaran fiqih selalu tampak menarik dan tidak membosankan. Sesuai dengan kemajuan dan perkembangan zaman, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam mengahadapi kesulitan belajar fiqih.
Proses pembelajaran dapat dikatakan baik apabila menerapkan pendekatan yang tepat, agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran fiqih di SMP Muhammadiyah Jatilawang adalah pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring pada kegiatan pembelajaran di sekolah. (Rusman, 2016:232). Pendekatan saintifik menuntut guru untuk mengorganisasikan pembelajaran fiqih secara efektif. Dalam hal tersebut siswa juga dituntut harus aktif dalam proses pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Fiqih di SMP Muhammadiyah Jatilawang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Fiqih di Kelas VIII Smp Muhammadiyah Jatilawang Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pelaksanan pendekatan saintifik pada pembelajaran Fiqih di kelas VIII SMP Muhammadiyah Jatilawang Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi yang berkaitan dengan bagaimana penerapan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan pembelajaran fiqih di SMP Muhammadiyah kelas VIII.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Sebagai salah satu acuan dalam pelaksanaan pembelajaran yakni agar lebih efektif, inovatif dan kreatif dalam memberikan pemahaman terkait dengan pendekatan saintifik.
b. Bagi sekolah
Agar dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau sebagai bahan masukan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan judul tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Saintifik
1. Pengertian pendekatan saintifik
Pendekatan saintifik adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa secara luas untuk melakukan eksplorasi dan elaborasi materi yang dipelajari, di samping itu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya melalui kegiatan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru (Rusman, 2016:232).
Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum 2013. Pendekatan saintifik dapat disebut juga sebagai bentuk pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini, peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi (Iriani, 2019: 118).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah.
2. Model Pembelajaran Berbasis Saintifik
a. Pembelajaran Kolaboratif
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didik yang harus lebih aktif. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid (Badarudin, 2017: 47).
b. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui/dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasikan atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penemuan atau discovery learning merupakan model pembelajaran untuk mengembangkan siswa aktif dengan menemukan dan menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan bermakna dan tersimpan dalam memori jangka panjang siswa (Badarudin, 2017: 48-49).
c. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari (Ridwan, 2019: 149). Model pembelajaran ini tepat digunakan pada kelas yang kreatif, peserta didik yang berpotensi akademik tinggi, namun kurang cocok diterapkan pada peserta didik yang perlu bimbingan tutorial. Model ini sangat potensial untuk mengembangkan kemandirian peserta didik melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa.
d. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Pembelajaran Berbasis Proyek dilakukan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan cara membuat karya atau proyek yang terkait dengan materi ajar dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik (Ridwan, 2019: 239). PjBL ini mencakup kegiatan menyelesaikan masalah, pengambilan keputusan, keterampilan melakukan investigasi, dan keterampilan membuat karya. Pembelajaran melalui PjBL juga dapat digunakan sebagai sebuat metode belajar untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membuat perencanaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
3. Kriteria pendekatan saintifik
Menurut (Rusman, 2016 : 231) pendekatan ilmiah atau scientific approach dalam kurikulum 2013 pada hakikatnya merupakan titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (kognitif) siswa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan ilmiah merupakan ciri khas dari kurikulum 2013.
Penerapan pendekatan ilmiah memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalarantertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2) Penjelasan guru, respons siswa dan interaksi dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya (Rusman, 2016 : 233).
Pendekatan ilmiah (saintifik approach) pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran akidah akhlak.
4. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik meliputi menggali informasi, melalui mengamati, bertanya, mencoba, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar kemudian menyimpulkan dan mencipta.
a. Mengamati
Proses mengamati bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, karena dengan menyajikan objek secara nyata sehingga peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisa dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Agar proses mengamati dapat mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan maka perlu diperhatikan langkah-langkah pengamatan sebagai berikut:
1) Menentukan objek yang akan diobservasi.
2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
4) Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi.
5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lanar.
6) Menentukan cara dan melakukan pengamatan atas hasil observasi seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam dan alat-alat tulis lainnya (Rusman, 2016:235)
Observasi dalam pembelajaran memerlukan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam hal ini guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut dengan beberapa macam observasi yaitu:
1) Observasi terstruktur. Pada observasi terstruktur, fenomena, objek, atau konteks yang akan diamati peserta didik telah direncanakan secara detail oleh pendidik. Aktivitas mengamati dilakukan sesuai dengan panduan yang dibuat pendidik.
2) Observasi tidak terstruktur. Pada observasi tidak terstruktur, pendidik tidak menyiapkan panduan atau tugas secara terstrukutur dan detail pada peserta didik. Pilihan aspek yang akan diamati dan pencatatannya diserahkan kepada peserta didik (Ratumanan dan Imas Rosmiati, 2019 :176).
Selain dengan ketepatan penentuan jenis observasi yang dipilih dalam kegiatan pembelajaran saintifik ini, guru dan peserta didik juga harus memahami prinsip-prinsip dasar Observasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melaksanakan observasi adalah sebagai berikut:
1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
2) Menentukan dan menyepakati cara atau prosedur pengamatan.
3) Siswa memahami apa saja yang akan diamati dan tahu cara membuat catatan hasil pengamatan (Badarudin, 2017 : 37-38)
b. Menanya
Melalui mengamati peserta didik akan menemukan informasi-informasi baru yang membangkitkan rasa keingintahuan yang diwujudkan dengan bertanya. Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Dalam pembelajaran, menanya memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Membangitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan rancangan untuk mencapai solusinya.
4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan dan memberi jawaban secara logis, sistematis dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir dan menarik simpulan.
7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespons persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain (Rusman, 2016: 238-239).
Dalam proses menanya ini, guru dan peserta didik bisa saling menanya. Jadi bukan hanya siswa saja yang menanya,agar membangkitkan keingintahuan dan mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, guru juga bisa bertanya. Agar dalam menjawab pertanyaan yang disampaikan guru peserta didik mampu meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, ketrampilan, dan pengetahuannya, harus diketahui kriteria pertanyaan yang baik, yaitu:
1) Singkat dan jelas
2) Menginspirasi jawaban
3) Memiliki fokus
4) Bersifat probing atau divergen
5) Bersifat validatif atau penguatan
6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang
7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
8) Merangsang proses interaksi (Rusman, 2016 : 239).
Jadi saat guru menanya pada peserta didik hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele, menginspirasi peserta didik untuk menjawab secara terinci dan jelas, memfokuskan pertanyaan sehingga peserta didik tidak bingung, lebih mengarahkan peserta didik agar memberikan penjelasan, bukan hanya jawaban ya atau tidak, memungkinkan peserta didik lain untuk memberikan tambahan atau penguatan atas jawaban yang telah diberikan kepada temannya, memberikan waktu pada siswa untuk berfikir sebelum meminta peserta didik menjawab pertanyaan itu, meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik dari tingkatan kognitif rendah ke makin tinggi, serta mampu mendorong interaksi dan suasana yang menyenangkan baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru.
Selain dengan memahami macam pertanyaan yang baik, guru juga harus memahami tingkatan pertanyaan agar sesuai dengan tingkat kognitif peserta didik. Tingkatan pertanyaan sesuai dengan tingkat pertanyaan yang dapat diajukan pada peserta didik adalah sebagai berikut:
Tabel Daftar Tingkatan Pertanyaan
(Rusman, 2016 : 240)
Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan
Kognitif yang lebih rendah Pengetahuan (knowledge) Apa...
Siapa...
Kapan...
Di mana...
Sebutkan...
Jodohkan atau pasangkan...
Persamaan kata...
Golongkan...
Berilah nama...
Pemahaman (comprehension) Terangkanlah...
Bedakanlah...
Terjemahkanlah...
Simpulkan...
Bandingkan...
Ubahlah...
Berikanlah interpretasi...
Penerapan (application) Gunakanlah...
Tunjukkanlah...
Buatlah...
Demonstrasikanlah...
Carilah hubungan...
Tulislah contoh...
Siapkanlah...
Klasifikasikanlah...
Kognitif yang lebih tinggi Analisis (analysis) Analisislah...
Kemukakan bukti-bukti...
Mengapa...
Identifikasikan...
Tunjukkanlah sebabnya...
Berilah alasan-alasan...
Sintesis (synthesis) Ramalkanlah...
Bentuk...
Ciptakanlah...
Susunlah...
Rancanglah...
Tulislah...
Bagaimana kita dapat memecahkan...
Apa yang terjadi seandainya...
Bagaimana kita dapat memperbaiki...
Kembangkan...
Evaluasi (evaluation) Berilah pendapat...
Alternatif mana yang lebih baik...
Setujukah anda...
Kritiklah...
Berilah alasan...
Nilailah...
Bandingkan...
Bedakanlah...
Kegiatan belajar yang dapat dilakukan pada tahap menanya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.
c. Menalar
Menalar/mengasosiasi merupakan proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar (associating) merujuk pada teori belajar asosiasi, yaitu kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori dalam otak. (Rusman, 2016 : 242)
Mengasosiasikan atau menalar dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasi beragam peristiwa untuk kemudian memasukkan menjadi penggalan memori. Penalaran merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Proses pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara guru dan peserta didik. Pola interaksi ini dilakukan melalui stimulus dan respon (Ratumanan dan Imas Rosmiati, 2019: 180-181).
Dalam proses menalar, ada dua macam penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik (Badarudin, 2017 : 42-43).
Aplikasi menalar pada pembelajaran dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarksis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau autentik.
8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan (Rusman, 2016: 243).
Pada tahapan menalar ini, siswa diajak menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan materi yang dipelajari, dan juga mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi atau menalar ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan (Rusman, 2016: 242).
d. Mencoba
Untuk memperoleh pengalaman belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik harus memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba itu adalah sebagai berikut:
1) Persiapan
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka persiapan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen adalah:
a) Menetapkan tujuan eksperimen.
b) Mempersiapkan alat atau bahan.
c) Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat dan bahan yang tersedia.
d) Mempertimbangkan masalah keamanan dan keselamatan agar dapat memperkecil atau menghindari resiko yang mungkin timbul.
e) Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan atau tahapan-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.
2) Pelaksanaan
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen adalah:
a) Guru membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik.
b) Guru memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk jika ada kesulitan yang dihadapi peserta didik sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
3) Tindak lanjut
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam tindak lanjut pembelajaran dengan pendekatan eksperimen adalah:
a) Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru.
b) Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik.
c) Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
d) Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.
e) Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan (Badarudin, 2017: 43-44).
Aplikasi dari kegiatan mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar (sikap, keterampilan, dan pengetahuan). Mencoba/mengumpulkan informasi/eksperimen bentuk kegiatan pembelajarannya antara lain melakukan eksperimen; membaca sumber lain selain buku teks; mengamati objek/kejadian/aktivitas; dan wawancara dengan narasumber. Sedangkan kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpilkan informasi/eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemanapun berkomunikasi menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat (Rusman, 2016: 245-246).
e. Mengolah
Mengolah merupakan proses bagaimana peserta didik merespons, mempersepsi, mengorganisasi dan mengingat sejumlah besar informasi yang diterimanya dari lingkungan (Rusman, 2016: 246).
Pada tahap mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif fungsi guru sebagai manajer belajar, sedangkan peserta didik harus aktif. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik mengahadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling bekerjasama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari (Kegiatan Elaborasi). Hasil tugas dikerjakan bersama dalam satu kelompok untuk kemudian dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru (Badarudin, 2017: 44-45).
f. Mengkomunikasikan
Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensin yang dikembangkan dalam tahap mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar (Rusman, 2016: 247-248). Dalam proses ini, peserta didik diharapkan mampu mengkomunikasikan dengan kelompok lain tentang informasi apa yang sudah di olah dalam kelompoknya. Di sinilah inti dari saintifik, yaitu peserta didik diharapkan untuk saling bertukar informasi dengan kelompok lain, sehingga akan tercipta kondisi peserta didik yang aktif, dan menjadikan peserta didik menjadi subjek belajar (Iriani, 2019: 119).
Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun secara bersama-sama dalam kelompok atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.
B. Pembelajaran Fiqih
1. Pengertian Pembelajaran Fiqih
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas (Ngalimun, 2017: 11).
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran (Rusman, 2016:21)
Pembelajaran menurut undang-undang, diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dari lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi yang terjadi antara pengajar dengan pelajar atau peserta didik sehingga terjadi perubahan perilaku menjadi lebih baik. Pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan bisa juga dilaksanakan dimanapun dan kapanpun, demikian terjadi karena adanya interaksi antar komponen pada proses pembelajaran.
Secara bahasa fiqih berarti pengetahuan atau pemahaman, sedangkan menurut istilah fiqih adalah Ilmu tentang hukum-hukum Syar’i yang praktis yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci (Syakir, 2015: 1).
Al-Jurjani menyebutkan bahwa:
Fiqih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: fiqih ialah mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah (mengenai perbuatan dan perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci. Fiqih adalah ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta renungan. Oleh sebab itu allah tidak bisa disebut sebagai “Faqih” (ahli dalam fiqh), karena baginya tidak ada sesuatu yang tidak jelas (Djazuli, 2005: 5).
Pada masa ini orang yang ahli di dalam fiqih disebut dengan faqih atau dengan menggunakan bentuk jama’ yaitu Fuqaha. Seperti halnya dengan ilmu-ilmu yang lain, dalam disiplin ilmu fiqih pun, fuqaha sering berbeda di dalam mendefinisikan ilmu fiqih, seperti diketahui Al-Jurjani menganut mazhab Hanafi, dimana fiqih diartikan dengan “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban”. Definisi ini menunjukkan dalam arti yang sangat luas, termasuk didalamnya masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah yang dikalangan mazhabi Hanafi disebut dengan fiqih akbar (Djazuli, 2005: 5-6).
Fiqh adalah seperangkat ketentuan hukum-hukum syara’ yang berasal dari Allah melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul-Nya, Muhammad. Fiqih berkaitan dengan perbuatan manusia. Artinya, masalah-masalah yang tidak termasuk dalam kategori perbuatan manusia, tidak termasuk dalam pembahasan fiqih. Misalnya: yang berkaitan dengan keimanan dan kepercayaan; masalah ini dibahas dalam ilmu kalam atau ilmu tauhid. Demikian juga dengan masalah-masalah akhlak dibahas dalam ilmu akhlak (Rahman, 2011: 6).
Menurut Nurhayani, (2017: 89) Fikih merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Aspek fikih menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Pembekalan materi yang baik dalam lingkup sekolah, akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta didik dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian Fikih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Fiqih merupakan ilmu yang membahas tentang hukum yang bersifat amaliyah atau praktis, yang kita kerjakan sehari-hari, dan dalam perumusan hukum tersebut disandarkan pada dalil-dalil sebagai dasar penetapan hukum.
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran fiqih adalah proses interaksi belajar dalam lingkungan sekolah yang terjadi antara guru sebagai pemberi materi pelajaran Fiqih dan peserta didik yang diarahkan untuk mencapai tujuan pengetahuan terkait hukum-hukum syariat mengenai perbuatan manusia yang bersifat praktis dengan berlandaskan dalil-dalil atau sumber hukum yang benar.
2. Tujuan Ilmu Fiqih
Tujuan akhir ilmu fiqih untuk mencapai keridhoan Allah SWT, dengan melaksanakan Syaria’ah-Nya di muka bumi ini, sebagai pedoman hidup individual, hidup berkeluarga, maupun hidup bermasyarakat.
Agar hidup ini sesuai dengan Syari’ah, maka dalam kehidupan harus terlaksana nilai-nilai keadilan, kemaslahatan, mengandung rahmat dan hikmah. Untuk itu Imam Al-Syatibi telah melakukan istiqra (penelitian) yang digali dari alqur’an maupun sunnah, yang bertujuan bahwa hukum islam (maqashid al-syari’ah) di dunia ada lima hal, yang dikenal dengan al-maqashid al-khamsah yaitu:
a. Memelihara agama (Hifdz al-Din). Yang dimaksud dengan agama disini adalah agama dalam arti sempit (ibadah mahdhah) yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT, termasuk di dalamnya aturan tentang syahadat, shalat, zakat, puasa, haji dan aturan lainnyayang meliputi hubungan manusia dengan Allah SWT, dan larangan yang meninggalkannya.
b. Memelihara diri (Hifdz al-Nafs). Termasuk didalam bagian kedua ini, larangan membunuh diri sendiri dan membunuh orang lain, larangan menghina dan lain sebagainya, dan kewajiban menjaga diri.
c. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz al-nas/irdl). Seperti aturan-aturan tentang pernikahan, larangan perzinahan dan lain-lain.
d. Memelihara harta (Hifdz al-mal). Termasuk bagian ini, kewajiban kasb al-halal, larangan mencuri, dan menghasab harta orang.
e. Memelihara akal (Hifdz al-aql). Termasuk di dalamnya larangan meminum minuman keras, dan kewajiban menuntut ilmu (Djazuli, 2005: 27-28).
3. Kegunaan Mempelajari Ilmu Fiqih
Kegunaan mempelajari ilmu fiqih:
a. Mempelajari ilmu fiqih berguna untuk memberikan pemhaman tentang berbagai aturan secara mendalam. Dengan mempelajari ilmu fiqih kita akan tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya, hak kewajibannya dalam berumah tangga dan hak serta kewajibannya dalam bermasyarakat. Kita akan tahu cara-cara bersuci, cara-cara shalat, zakat, puasa, haji dan lainnya.
b. Mempelajari ilmu fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani hidup dan kehidupan, dengan mengetahui ilmu fiqih, kita akan tahu mana perbuatan-perbuatan yang wajib, sunah, mubah, makruh dan haram, mana perbuatan-perbuatan yang sah dan mana perbuatan-perbuatan yang batal (Djazuli, 2005: 30-31).
Dengan mengetahui dan memahami ilmu fiqih kita berusaha untuk bersikap dan bertingkah laku menuju kepada yang diridhoi Allah SWT, karena tujuan akhir ilmu fiqih adalah untuk mencapai keridhoan Allah dengan melaksanakan Syariat-Nya.
C. Penelitian Terdahulu
1. Pengaruh Pendekatan Saintifik pada mata Pelajaran Fiqih terhadap minat belajar siswa kelas VIII di MTs Negeri 3 Medan Tahun Pelajaran 2016/2017. Peneliti Zavid Nawa dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan saintifik pada mata pelajaran Fikih terhadap minat belajar siswa kelas VIII di MTs Negeri 3 Medan. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Untuk mendapatkan data yang diteliti peneliti mengambil data dari populasi kelas VIII yang berjumlah 233 siswa dengan sampel berjumlah 45 siswa. Adapun metode yang digunakan adalah Angket kemudian hasilnya dianalisis dengan product moment.
Hasil penelitian diatas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti. Perbedaannya pada jenis penelitian yang digunakan pada penelitian diatas menggunakan penelitian kuantitatif sedangkan yang peneliti gunakan penelitian kualitatif.
2. Penggunaan Media Pembelajaran dalam Penerapan Pendekatan Saintifik pada Mata Pelajaran Fiqih di MTs Al Karomah Berastagi Tahun Pelajaran 2018/2019. Peneliti Suhadi Inayah S dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pembelajaran Fikih dengan pendekatan saintifik di MTs Al Karomah Berastagi (2) mengetahui media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran Fiqih dengan pendekatan saintifik di MTs Al Karomah Berastagi (3) mengidentifikasi faktor yang mendukung dan menghambat penggunaan media pembelajaran fiqih dalam penerapan pendekatan saintifik di MTs Al Karomah Berastagi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan Fenomenologis yaitu mendeskripsikan secara langsung keadaan lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis datanya menggunakan analisis deskriptif yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitian diatas memiliki sedikit persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian diatas menggunakan metode kualitatif. perbedaannya adalah penelitian diatas bertujuan untuk mengetahui media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran Fiqih dengan pendekatan saintifik sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendekatan saintifik pada pembelajaran Fiqih di kelas VIII.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung (Salim, 2019: 49).
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2010:15).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menggambarkan suatu gejala, peristiwa dan kejadian terkini serta, memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang peneliti di mana peneliti merupakan instrumen kunci.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah Jatilawang, Kecamatan Jatilawang, kabupaten Banyumas. Peneliti ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2019/2020.
C. Teknik Pengumpulan Data
Setelah menentukan jenis penelitian dan tempat penelitian selanjutnya tahap pengumpulan data. Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mencari dan mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti. Adapun teknik pengumpulan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Observasi
Sutrisno Hadi (1986) (Sugiyono, 2014 : 145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu untuk memperoleh data mengenai kondisi dan lingkungan SMP Muhammadiyah Jatilawang dan mengamati proses belajar mengajar menggunakan Pendekatan Saintifik. Observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non partisipan.
a. Observasi partisipan
Peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
b. Observasi non partisipan
Dalam observasi non partisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna (Sugiyono, 2014:204).
Peneliti menggunakan observasi non partisipan. Dimana peneliti tidak menjadi bagian dari objek yang diteliti. Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu ruang kelas pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi langsung. Dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face) antara pewawancara dengan sumber informasi, di mana pewawancara bertanya langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya (Muri Yusuf, 2014 : 372)
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain (Sugiyono, 2014 : 240).
Dalam teknik pengumpulan data dokumentasi, peneliti akan mengambil data berupa dokumen sekolah yaitu dokumentasi sekolah mengenai profil sekolah, catatan sarana dan prasarana yang ada di sekolah serta catatan guru. Dokumen tersebut dapat memperkuat data hasil observasi dan wawancara.
D. Teknik Analisis Data
Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu menganalisis data tersebut. Analisis data kualitatif yang ditelaah menggunakan teori analisis Miles dan Huberman, yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa yang sedang berkembang, semuanya itu merupakan pilihan analisis.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles, 1992: 16).
Dalam tahap ini peneliti menyederhanakan data yang telah diperoleh dari proses wawancara, observasi dan dokumentasi. Kemudian peneliti menyederhanakan data tersebut dengan cara memilah dan memilih data yang diperlukan dan membuang data dianggap tidak penting.
2. Penyajian Data
Miles dan Huberman Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Kami membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran dikiaskan oleh penyajian sebagai suatu yang mungkin berguna (Miles, 1992: 17-18).
Setelah data direduksi kemudian peneliti menyajikan data tersebut dengan membuat pon-poin besar kemudian dikelompokkan untuk selanjutnya dianalisis dan dikembangkan peneliti dalam bentuk uraian naratif.
3. Menarik kesimpulan (Verifikasi)
Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada atatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif,” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain (Miles, 1992: 18-19).
Dari data-data yang telah peneliti peroleh kemudian di reduksi yaitu menyederhanakan dengan memilih data yang diperlukan selanjutnya data yang sudah direduksi disajikan dengan membuat poin-poin besar lalu dikelompokkan untuk dianalisis dalam bentuk uraian naratif kemudian peneliti menarik kesimpulan berupa gambaran yang menunjukan jawaban dari rumusan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Rusman. 2016. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Rajawali Pers.
Ratuman, Imas Rosmiati. 2019. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Badarudin. 2017. Administrasi Perencanaan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Yusuf,Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kulitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Ngalimun, 2017. Kapita Selekta Pendidikan (Pembelajaran dan Bimbingan). Yogyakarta: Penerbit Para Ilmu.
Al-Qur’anul Karim Tafsir Per Kata Tajwid Kode The Holy Qur’an Al Fatih.2012. Banten: PT. Insan Media Pustaka.
Nurhayani. 2017. Penerapan Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Fikih Ibadah Bagi Siswa Di Mts Ympi Sei Tualang Raso Tanjung Balai. Ansiru. Vol 1 (1).
Djazuli, 2005. Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media.
Iriani,Tuti dan Agphin Ramadhan, 2019. Perencanaan Pembelajaran untuk Kejuruan. Jakarta: Prenada Media.
Abdullah,Ridwan, 2019. Strategi Belajar Mengajar. Depok: Rajawali Pers.
B Miles,Matthew dan Michael Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Dahlan,Ramlan, 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.
Salim dan Haidir, 2019. Penelitian Pendidikan Metode, Pendekatan, dan Jenis. Jakarta: Kencana.
Jamalludin,Syakir, 2015. Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY.
Nawa,Zavid. 2016. Pengaruh Pendekatan Saintifik Pada Mata Pelajaran Fikih Terhadap Minat Belajar Siswa Kelas VIII di MTs Negeri 3 Medan Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi. Progam Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Inayah,Suhadi, 2018. Penggunaan Media Pembelajaran Dalam Penerapan Pendekatan Saintifik Pada Mata Pelajaran Fikih di MTs Al Karomah Berastagi Tahun pelajaran 2018/2019. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
No comments:
Post a Comment